Setiap tanggal 22 Oktober, Indonesia merayakan Hari Santri Nasional untuk menghormati peran para santri dan ulama dalam perjuangan kemerdekaan. Dua tokoh ulama besar yang sangat berpengaruh dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia adalah KH. Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), dan KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Kedua tokoh ini tidak hanya berperan dalam bidang pendidikan Islam, tetapi juga memiliki kiprah besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
KH. Hasyim Asy'ari: Penggerak Islam Tradisional dan Pejuang Kemerdekaan
Kehidupan Awal
KH. Hasyim Asy'ari lahir pada 14 Februari 1871 di Gedang, Jombang, Jawa Timur. Nama kecilnya adalah Muhammad Hasyim, dan ia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang taat beragama. Keluarganya merupakan keturunan ulama, sehingga pendidikan agamanya sangat ditekankan sejak dini. Hasyim muda belajar di berbagai pesantren, termasuk di Pondok Pesantren Wonokoyo, Probolinggo, dan di Pesantren Bangkalan di bawah asuhan Syaikhona Kholil.
Pada tahun 1892, ia berangkat ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama, di mana ia belajar kepada para ulama terkenal seperti Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Di Mekkah, Hasyim Asy'ari juga terpengaruh oleh pemikiran ulama Ahlusunnah wal Jama'ah, yang kelak menjadi fondasi penting dalam perjuangannya di Indonesia.
Pendiri Nahdlatul Ulama (NU)
Setelah kembali dari Mekkah, KH. Hasyim Asy'ari mendirikan Pesantren Tebuireng di Jombang pada tahun 1899. Pesantren ini kemudian menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terbesar di Indonesia. Pada 31 Januari 1926, bersama beberapa ulama lainnya, KH. Hasyim Asy'ari mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai respons terhadap munculnya gerakan pembaruan Islam yang dianggapnya kurang sejalan dengan tradisi Ahlusunnah wal Jama'ah. NU bertujuan untuk menjaga nilai-nilai Islam tradisional, terutama dalam hal fiqih, aqidah, dan tasawuf.
Kiprah dalam Perjuangan Kemerdekaan
KH. Hasyim Asy'ari juga memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang, ia ditunjuk menjadi salah satu anggota Shumubu (kantor urusan agama bentukan Jepang). Meski demikian, Hasyim Asy'ari tetap memperjuangkan kepentingan umat Islam Indonesia. Pada 22 Oktober 1945, KH. Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad yang mewajibkan umat Islam untuk membela kemerdekaan Indonesia dari ancaman Belanda yang berusaha kembali setelah kemerdekaan. Fatwa ini menjadi salah satu pemicu peristiwa Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945.
Wafat
KH. Hasyim Asy'ari wafat pada 25 Juli 1947 di Jombang, setelah menderita stroke. Meski telah wafat, warisan perjuangannya tetap hidup melalui Nahdlatul Ulama, yang kini menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia.
KH. Ahmad Dahlan: Pionir Modernisasi Islam dan Pendidikan di Indonesia
Kehidupan Awal
KH. Ahmad Dahlan, yang lahir dengan nama Muhammad Darwis, dilahirkan pada 1 Agustus 1868 di Yogyakarta. Ia adalah anak dari seorang khatib Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, sehingga sejak kecil telah akrab dengan kehidupan keagamaan. Seperti Hasyim Asy'ari, Ahmad Dahlan juga menimba ilmu di berbagai pesantren, termasuk di Pesantren Termas, Pacitan. Pada tahun 1890, ia pergi ke Mekkah untuk belajar agama, dan di sana ia berkenalan dengan pemikiran pembaruan Islam yang diusung oleh ulama besar seperti Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani.
Pendiri Muhammadiyah
Sepulang dari Mekkah, Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah pada 18 November 1912. Muhammadiyah lahir sebagai respons terhadap kondisi umat Islam yang dianggapnya stagnan dan tertinggal, terutama dalam pendidikan. Muhammadiyah bertujuan memodernisasi pendidikan Islam dengan menggabungkan ilmu agama dan ilmu umum dalam kurikulumnya. Selain pendidikan, Muhammadiyah juga aktif dalam bidang sosial, seperti mendirikan rumah sakit dan panti asuhan.
Kiprah dalam Perjuangan Kemerdekaan
KH. Ahmad Dahlan juga memiliki kontribusi penting dalam kebangkitan nasional Indonesia. Ia terlibat dalam Sarekat Islam (SI), organisasi politik Islam yang memperjuangkan hak-hak kaum pribumi. KH. Ahmad Dahlan melihat pentingnya pendidikan sebagai alat untuk membebaskan umat dari kebodohan dan penjajahan. Melalui Muhammadiyah, ia mendidik kader-kader yang kemudian menjadi pemimpin nasional. Meski tidak terlibat langsung dalam perang fisik, kiprahnya dalam mencerdaskan bangsa merupakan kontribusi besar dalam perjuangan melawan penjajahan.
Wafat
KH. Ahmad Dahlan wafat pada 23 Februari 1923 di Yogyakarta. Meskipun usianya terbilang singkat, kontribusinya dalam pembaruan Islam dan pendidikan di Indonesia sangatlah besar. Muhammadiyah hingga saat ini terus berkembang sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, dengan ribuan sekolah, rumah sakit, dan lembaga sosial yang tersebar di seluruh Indonesia.
Penutup
KH. Hasyim Asy'ari dan KH. Ahmad Dahlan adalah dua sosok ulama besar yang memiliki peran besar dalam perkembangan Islam dan pendidikan di Indonesia. Meski dengan pendekatan yang berbeda Hasyim Asy'ari dengan tradisi Islam Ahlusunnah wal Jama'ah dan Ahmad Dahlan dengan modernisasi Islam keduanya sama-sama memiliki visi untuk memajukan umat Islam di Indonesia. Semangat perjuangan dan pengabdiannya kepada bangsa dan agama menjadi teladan bagi generasi penerus, terutama para santri yang diharapkan dapat melanjutkan perjuangan dalam menjaga nilai-nilai Islam dan membangun Indonesia yang lebih baik.