Teks Berjalan

Selamat Datang di Blog abuyasin.com Selamat Datang di Blog abuyasin.com
Tampilkan postingan dengan label Eskatologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Eskatologi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 21 Desember 2024

Eskatologi dalam Pandangan Alexander Dugin dan Sheikh Imran Hosein: Persamaan, Perbedaan, dan Relevansi dalam Konteks Kontemporer



Eskatologi, yang berasal dari kata Yunani "eschatos" (akhir) dan "logos" (ilmu), adalah studi tentang akhir zaman dan peristiwa-peristiwa yang diyakini akan terjadi menjelang akhir dunia. Dalam tradisi Islam, eskatologi berfokus pada tanda-tanda besar dan kecil kiamat, kedatangan Imam Mahdi, Dajjal, serta peran Allah dalam menuntaskan sejarah umat manusia. Sementara itu, dalam tradisi pemikiran Barat dan Rusia, eskatologi seringkali terkait dengan perubahan peradaban global dan tatanan dunia yang mengarah pada kehancuran atau transformasi besar.

Dua tokoh intelektual kontemporer yang banyak membahas eskatologi dalam kerangka geopolitik dan spiritual adalah Alexander Dugin dan Sheikh Imran Hosein. Meskipun keduanya tidak berbicara tentang eskatologi dalam pengertian agama yang sempit, mereka sering mengaitkan akhir zaman dengan pertarungan besar antara kekuatan tradisional dan modernitas global. Artikel ini akan membahas pandangan eskatologi dari Alexander Dugin dan Sheikh Imran Hosein, membandingkan persamaan dan perbedaan mereka, serta menghubungkannya dengan konsep eskatologi dalam Al-Qur'an dan Hadis, serta literatur Barat yang relevan. Pembahasan ini akan diperdalam dengan referensi dari buku Barat dan jurnal ilmiah yang membahas eskatologi, serta relevansi pandangan mereka dalam masa kekinian.

I. Pandangan Eskatologi Alexander Dugin

A. Konsep Eskatologi Dugin

Alexander Dugin adalah seorang filsuf Rusia dan seorang pemikir konservatif yang terkenal dengan pandangannya tentang Eurasianisme dan anti-liberalism. Dalam pandangannya, dunia modern yang dikuasai oleh liberalisme Barat, kapitalisme, dan sekularisme akan menghadapi kehancuran. Dugin menggambarkan eskatologi dalam konteks transformasi besar peradaban yang akan menggantikan dunia kapitalis liberal dengan tatanan yang lebih tradisional, terutama yang dipimpin oleh Rusia.

Dugin melihat akhir zaman tidak hanya sebagai kehancuran dunia secara fisik, tetapi sebagai perubahan mendalam dalam tatanan geopolitik global. Ia menghubungkan konsep eskatologi dengan konsep "kebangkitan dunia multipolar", yang mana peradaban Rusia, Cina, dan dunia Islam akan menggantikan dominasi Amerika dan negara-negara Barat. Dalam pandangan Dugin, proses ini akan terjadi melalui konflik global yang besar, yang ia anggap sebagai "pertempuran akhir zaman".

 

B. Eschatological Dualism dan Pandangan Antikristus

Dugin seringkali menggunakan konsep dualisme yang mirip dengan ideologi Kristiani tentang Antikristus. Ia menggambarkan liberalisme Barat sebagai kekuatan yang destruktif dan menganggapnya sebagai bentuk modern dari kekuatan jahat yang menentang prinsip tradisional dan spiritual. Dalam hal ini, Dugin melihat Rusia sebagai kekuatan penyeimbang yang memiliki tanggung jawab spiritual untuk melawan dominasi ini, dengan mengedepankan nilai-nilai Ortodoks Rusia dan Spiritualisme Timur.

Pandangan eskatologi Dugin banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran René Guénon, Julius Evola, dan kristen Ortodoks, serta berbagai pandangan mistik dan esoterik. Buku yang sering dirujuk oleh Dugin adalah The Fourth Political Theory, di mana ia mengembangkan konsep dunia multipolar dan mencela kapitalisme global serta modernitas.

 

II. Pandangan Eskatologi Sheikh Imran Hosein

A. Eskatologi Islam dalam Pandangan Sheikh Imran Hosein

Sheikh Imran Hosein adalah seorang cendekiawan Islam asal Trinidad yang dikenal karena pandangannya tentang eskatalogi Islam dan akhir zaman. Dalam banyak ceramah dan tulisannya, Hosein menghubungkan eskatologi Islam dengan perubahan besar dalam tatanan dunia, termasuk munculnya Dajjal, Imam Mahdi, dan pertempuran terakhir antara kebaikan dan keburukan.

Hosein menekankan bahwa tanda-tanda akhir zaman telah mulai terlihat dalam geopolitik global, seperti kemunculan Dajjal sebagai sistem kapitalisme global, yang menyebarkan materialisme, penindasan, dan dominasi melalui teknologi dan uang. Dalam pandangannya, dunia yang dikuasai oleh Amerika Serikat dan Zionisme adalah bentuk perwujudan dari Dajjal, yang akan mendominasi umat manusia sampai kemunculan Imam Mahdi, yang akan memimpin umat Islam dalam melawan kekuatan tersebut.

B. Imam Mahdi dan Dunia Islam

Hosein melihat kemunculan Imam Mahdi sebagai bagian dari proses penyelamatan dunia, di mana Imam Mahdi akan mempersatukan umat Islam dan melawan kedzaliman. Dalam pandangannya, umat Islam harus bersiap untuk menghadapi fitnah besar yang diwakili oleh Dajjal dan tanda-tanda akhir zaman lainnya. Sebagai tambahan, ia juga melihat Rusia sebagai kekuatan penting dalam melawan Zionisme, mirip dengan pandangan Dugin mengenai Rusia sebagai benteng terakhir melawan kekuatan global yang dianggap destruktif.

Pandangan eskatologi Sheikh Imran Hosein sangat dipengaruhi oleh Al-Qur'an, Hadis, serta tafsiran tradisional ulama klasik tentang akhir zaman. Buku terkenal Sheikh Imran Hosein, The End of Time, membahas secara mendalam tentang tanda-tanda akhir zaman, peran Dajjal, dan kedatangan Imam Mahdi.

 

III. Persamaan dan Perbedaan Pandangan Eskatologi Dugin dan Sheikh Imran Hosein

A. Persamaan

  1. Perlawanan terhadap Modernitas: Keduanya mengkritik liberalisme dan modernitas sebagai kekuatan yang merusak tatanan dunia dan moralitas umat manusia.
  2. Pandangan tentang Rusia: Dugin dan Hosein melihat Rusia sebagai kekuatan penting yang akan memainkan peran besar dalam menentang kekuatan Barat yang dianggap merusak.
  3. Perubahan Dunia: Keduanya menganggap perubahan dunia yang besar sebagai bagian dari proses eskatologi yang lebih besar, yang melibatkan konflik besar dan transisi menuju dunia baru.

B. Perbedaan

  1. Pandangan Agama: Dugin lebih terfokus pada filsafat politik dan spiritualisme Ortodoks Rusia, sedangkan Hosein berfokus pada teologi Islam dan pemahaman eskatologi berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis.
  2. Peran Dajjal: Dalam pandangan Sheikh Imran Hosein, Dajjal adalah manifestasi dari kapitalisme global dan kekuatan destruktif yang akan mempengaruhi dunia. Dugin tidak menggunakan konsep Dajjal, melainkan berbicara tentang Antikristus dalam konteks kekuatan Barat yang antitradisional.
  3. Solusi Akhir Zaman: Sheikh Imran Hosein menekankan kedatangan Imam Mahdi dan peran umat Islam dalam melawan fitnah akhir zaman, sementara Dugin lebih menekankan pada kebangkitan peradaban multipolar yang akan dipimpin oleh Rusia.

 

IV. Relevansi Pandangan Eskatologi Dugin dan Sheikh Imran Hosein dalam Masa Kekinian

Pandangan eskatologi yang dikemukakan oleh Dugin dan Hosein sangat relevan dengan kondisi dunia masa kini, di mana globalisasi, kapitalisme, dan materialisme menguasai sebagian besar aspek kehidupan. Konflik global yang terus berlanjut, terutama di Timur Tengah, serta ketegangan antara Barat dan Rusia, memberikan konteks yang sangat penting untuk pemikiran mereka.

  • Pandangan Dugin tentang dunia multipolar dan anti-liberalism mungkin menjadi semakin relevan dengan meningkatnya ketegangan geopolitik, terutama setelah invasi Rusia ke Ukraina dan kebangkitan China sebagai kekuatan global.
  • Pandangan Sheikh Imran Hosein tentang Dajjal dan Imam Mahdi juga mendapatkan perhatian lebih banyak di kalangan umat Islam, terutama dengan peristiwa-peristiwa besar di Timur Tengah yang semakin memperburuk hubungan antara negara-negara besar dan menciptakan ketegangan global.

 

V. Referensi Akademik dan Jurnal

  • Jurnal: Beberapa jurnal yang membahas eskatologi dan geopolitik antara lain Journal of Middle Eastern Studies dan The International Journal of Islamic Thought yang sering mengkaji perubahan geopolitik dan relevansi eskatologi dalam konteks modern.
  • Buku: The Fourth Political Theory (Dugin), Jerusalem in the Quran (Hosein).

Rabu, 11 Desember 2024

Asufyani dan Penaklukan Pasukan Hay'at Tahrir al-Sham di Suriah: Perspektif Eskatologi Islam dan Analisis Sejarah Timur Tengah



Pendahuluan

Konflik Suriah yang berlangsung sejak tahun 2011 merupakan salah satu peristiwa besar dalam sejarah Timur Tengah kontemporer. Perang ini tidak hanya melibatkan konflik internal di Suriah, tetapi juga berkaitan erat dengan dinamika geopolitik regional dan global, serta pertarungan ideologi yang mencakup berbagai kelompok ekstremis dan pemerintahan negara besar. Di sisi lain, dalam perspektif eskatologi Islam, peristiwa-peristiwa besar seperti ini sering dipandang sebagai bagian dari fitnah besar yang disebutkan dalam hadis-hadis mengenai akhir zaman, termasuk tentang munculnya sosok Asufyani, yang dikenal sebagai pemimpin dari timur yang akan memimpin kekacauan besar sebelum kedatangan Al-Mahdi.

Mahasiswa Timur Tengah, yang umumnya mendalami kajian sejarah dan agama Islam secara mendalam, seringkali mengaitkan peristiwa-peristiwa kontemporer ini dengan ramalan eskatologis yang termaktub dalam hadis-hadis akhir zaman. Namun, untuk benar-benar memahami hubungan antara Asufyani, Hay'at Tahrir al-Sham (HTS), dan Suriah, perlu dilakukan pemahaman mendalam mengenai latar belakang sejarah Timur Tengah, serta dinamika sosial-politik yang melingkupinya.

Latar Belakang Sejarah Timur Tengah dan Suriah

Timur Tengah adalah sebuah kawasan yang memiliki sejarah panjang dan kompleks, dengan Suriah menjadi salah satu pusat penting dalam sejarah Islam dan peradaban Arab. Sejak zaman kuno, Suriah telah menjadi tempat persimpangan berbagai budaya dan kerajaan, mulai dari Kerajaan Ugarit (sekitar 1500 SM), hingga kekuasaan Romawi, Byzantium, dan akhirnya, dalam sejarah Islam, menjadi bagian dari Khalifah Umayyah (661-750 M). Suriah, khususnya kota Damaskus, pernah menjadi ibu kota Kekhalifahan Umayyah dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama di dunia Islam pada abad-abad awal.

Pasca runtuhnya kekuasaan Ottoman pada awal abad ke-20, Suriah, seperti banyak negara di Timur Tengah, jatuh ke dalam pengaruh penjajahan Barat, terutama oleh Prancis. Negara ini memperoleh kemerdekaan pada tahun 1946, tetapi segera memasuki fase ketidakstabilan politik yang berkelanjutan. Serangkaian kudeta militer dan perubahan rezim memunculkan Hafez al-Assad, yang menjadi presiden pada tahun 1971. Kekuasaan Assad berlangsung turun-temurun, dengan anaknya, Bashar al-Assad, menggantikan posisinya setelah kematiannya pada tahun 2000.

Namun, pada tahun 2011, Arab Spring yang merebak di seluruh dunia Arab juga menyentuh Suriah. Protes yang dimulai dengan tuntutan terhadap kebebasan dan reformasi politik dengan cepat berubah menjadi perang saudara, yang melibatkan berbagai faksi yang saling bertentangan, baik di dalam maupun di luar Suriah. Suriah menjadi medan pertarungan antara pemerintahan Bashar al-Assad yang didukung oleh Rusia dan Iran, dan kelompok-kelompok oposisi yang didukung oleh negara-negara Barat serta negara-negara Teluk. Salah satu faksi yang muncul adalah Hay'at Tahrir al-Sham (HTS), yang berafiliasi dengan Al-Qaeda, meskipun kemudian kelompok ini berusaha menampilkan citra yang lebih moderat.

Asufyani dalam Hadis dan Pemahaman Mahasiswa Timur Tengah

Asufyani adalah sosok yang disebutkan dalam hadis-hadis eskatologi Islam, terutama dalam Kitab al-Fitan karya Imam Nu'aym bin Hammad. Asufyani digambarkan sebagai seorang pemimpin yang muncul menjelang akhir zaman, yang akan menimbulkan kekacauan besar. Dalam beberapa riwayat, Asufyani dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa yang mengarah pada kedatangan Al-Mahdi, seorang pemimpin yang diyakini akan membawa kedamaian dan keadilan di dunia setelah masa-masa penuh kekacauan.

Hadis-hadis ini sering dibaca oleh mahasiswa Timur Tengah dalam konteks fitnah akhir zaman, yang melibatkan peperangan besar, ketidakstabilan politik, dan munculnya pemimpin-pemimpin yang akan memimpin pasukan dalam berbagai wilayah. Dalam hal ini, banyak mahasiswa di Timur Tengah yang memperhatikan bahwa Asufyani bisa saja merujuk pada pemimpin dari kawasan timur, yang dalam konteks modern dapat dikaitkan dengan wilayah Suriah dan Irak, kawasan yang telah dilanda berbagai kekacauan dan perang.

Sebagian besar mahasiswa Timur Tengah yang mempelajari sejarah dan eskatologi Islam memandang bahwa Asufyani bukan sekadar pemimpin tunggal, melainkan lebih sebagai simbol dari kekacauan dan kerusakan besar yang terjadi di dunia Islam menjelang kedatangan Al-Mahdi. Munculnya Asufyani tidak dapat dipahami secara terpisah dari dinamika sosial-politik yang ada di kawasan tersebut. Dalam hal ini, mahasiswa Timur Tengah sering mengkaji bagaimana peristiwa-peristiwa seperti perang di Suriah dan kebangkitan kelompok-kelompok ekstremis, seperti ISIS dan HTS, dapat dianggap sebagai bagian dari gejala-gejala besar yang mengarah pada kedatangan Al-Mahdi.

Hay'at Tahrir al-Sham dan Kaitannya dengan Asufyani

Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) merupakan salah satu kelompok yang terlibat dalam konflik Suriah, dengan basis di provinsi Idlib, Suriah utara. Kelompok ini awalnya berafiliasi dengan Al-Qaeda, namun kemudian berusaha untuk menunjukkan identitas yang lebih independen. HTS dipandang sebagai salah satu kekuatan militan utama yang berjuang untuk menggulingkan rezim Bashar al-Assad. Kelompok ini juga sering dianggap sebagai simbol dari perlawanan Islam terhadap kekuasaan yang otoriter dan imperialisme Barat.

Beberapa cendekiawan, terutama di Timur Tengah, melihat peran HTS dalam konteks fitnah akhir zaman, di mana perang besar dan kemunculan kekuatan-kekuatan baru di wilayah timur menjadi hal yang diisyaratkan dalam hadis-hadis mengenai Asufyani. Mereka menghubungkan munculnya kelompok seperti HTS dengan ramalan tentang pemimpin-pemimpin yang akan membawa ketidakstabilan sebelum kedatangan Al-Mahdi.

Namun, ini bukan pandangan yang diterima oleh semua mahasiswa atau cendekiawan. Beberapa kalangan berpendapat bahwa kelompok-kelompok seperti HTS lebih merupakan hasil dari geopolitik global dan kekuatan luar yang berusaha memanfaatkan ketidakstabilan di Suriah untuk kepentingan mereka. Dalam perspektif ini, HTS dan kelompok-kelompok lainnya dianggap lebih sebagai fenomena lokal yang tidak dapat secara langsung dikaitkan dengan fenomena eskatologis seperti Asufyani.

Sebagai contoh, Dr. Muhammad Ahmad al-Mubayyadh, dalam Encyclopedia of the End of Times, menekankan pentingnya pemahaman konteks politik dan sosiologis di balik fenomena-fenomena eskatologi. Menurutnya, meskipun Asufyani dan fenomena-fenomena besar lainnya dapat dikaitkan dengan fitnah akhir zaman, tidak semuanya dapat dipahami melalui kacamata literal atau historis. Alih-alih melihat HTS sebagai manifestasi langsung dari Asufyani, al-Mubayyadh lebih menekankan pada kesadaran bahwa fitnah akhir zaman melibatkan banyak faktor yang lebih kompleks, termasuk faktor politik internasional, ekonomi, dan kultur.

Perspektif Mahasiswa Timur Tengah tentang Asufyani dan Geopolitik Suriah

Bagi mahasiswa Timur Tengah yang mempelajari sejarah dan eskatologi Islam, penting untuk menyelami geopolitik Suriah yang kompleks. Dalam kajian mereka, Suriah menjadi lebih dari sekadar tempat terjadinya pertempuran fisik; Suriah adalah simbol dari geopolitik global yang melibatkan kekuatan besar seperti Amerika Serikat, Rusia, Iran, dan Turki. Ini adalah medan di mana perang saudara berlarut-larut telah membentuk identitas politik dan sosial di seluruh wilayah Timur Tengah.

Mahasiswa di Timur Tengah cenderung menghubungkan fenomena ini dengan penafsiran tentang Asufyani dan fitnah akhir zaman sebagai bagian dari skenario besar yang tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga internasional. Mereka seringkali melihat peristiwa-peristiwa ini dalam konteks yang lebih luas—di mana intervensi luar, konflik sektarian, dan perjuangan ideologi adalah bagian dari pertarungan untuk kekuasaan duniawi yang pada akhirnya bisa menciptakan fitnah besar.

Kesimpulan

Dalam konteks kajian eskatologi Islam, fenomena Asufyani dan Hay'at Tahrir al-Sham di Suriah mencerminkan

kompleksitas interaksi antara hadis-hadis akhir zaman dan realitas politik kontemporer di Timur Tengah. Bagi mahasiswa Timur Tengah, yang mempelajari sejarah dan dinamika sosial-politik kawasan ini, hubungan antara keduanya bukanlah sesuatu yang sederhana. Asufyani, sebagai simbol fitnah besar yang mengarah pada kedatangan Al-Mahdi, memerlukan pemahaman yang lebih dalam dan kontekstual. Oleh karena itu, kajian mahasiswa Timur Tengah sering kali menggabungkan pengetahuan geopolitik, sosiologi, dan eskatalogi dalam menganalisis peristiwa-peristiwa yang terjadi, termasuk perang di Suriah.

Daftar Pustaka

  1. Nu'aym bin Hammad, Kitab al-Fitan, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993.
  2. Muhammad Ahmad al-Mubayyadh, Encyclopedia of the End of Times, Dar al-Ittihad, 2007.
  3. Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Fitan wa al-Malahim, al-Dar al-Qalam, 1998.
  4. Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad, Dar al-Fikr, 1999.
  5. Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Dar al-Ma'mun, 1989.
  6. James L. Gelvin, The Modern Middle East: A History, Oxford University Press, 2011.
  7. Fred Halliday, The Middle East in International Relations, Cambridge University Press, 2005.