1. Menyibukkan Diri dalam Kebaikan: Sebuah Kebutuhan Bukan Pilihan
Manusia adalah makhluk yang
aktif secara fitrah. Dalam Islam, waktu menjadi salah satu nikmat terbesar yang
sering diabaikan. Rasulullah SAW bersabda: “Dua kenikmatan yang banyak
manusia tertipu oleh keduanya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari).
Hadis ini menegaskan bahwa waktu luang adalah peluang emas yang harus
dimanfaatkan dengan bijak. Jika dibiarkan kosong, waktu tersebut akan terisi
oleh hal-hal yang sia-sia, bahkan keburukan.
Allah SWT mengingatkan
dalam Al-Qur'an, "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, saling menasihati
dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran." (QS. Al-Asr:
1-3). Ayat ini menjadi pengingat bahwa waktu yang berlalu tanpa amal adalah
kerugian besar. Mengisi waktu dengan kebaikan bukan sekadar anjuran, tetapi
sebuah kebutuhan agar manusia tidak terperosok dalam kerugian.
Imam Syafi'i pernah
berkata, "Barang siapa yang tidak menyibukkan dirinya dengan kebaikan,
maka ia akan disibukkan oleh keburukan." Ungkapan ini mengandung makna
bahwa manusia tidak pernah benar-benar bebas dari aktivitas. Ketika seseorang
tidak menggunakan waktunya untuk hal yang bermanfaat, maka ia secara otomatis
membuka peluang bagi keburukan untuk masuk dalam kehidupannya. Oleh karena itu,
menyibukkan diri dalam kebaikan adalah cara terbaik untuk menjaga hati dan
pikiran tetap bersih.
2. Al-Qur'an dan Hadis: Pedoman Mengelola Waktu dengan Bijak
Al-Qur'an dan Hadis
memberikan pedoman jelas tentang pentingnya memanfaatkan waktu dengan baik.
Dalam QS. Adz-Dzariyat: 56, Allah berfirman: "Dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." Ayat ini
menunjukkan bahwa tujuan utama hidup manusia adalah beribadah. Ibadah dalam
Islam memiliki cakupan luas, mencakup semua aktivitas yang dilakukan dengan
niat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Rasulullah SAW juga
memberikan contoh nyata dalam kehidupannya. Beliau adalah sosok yang produktif
dalam mengisi waktu. Mulai dari berdakwah, memimpin umat, hingga menghabiskan
waktu bersama keluarga, semuanya dilakukan dengan penuh kesungguhan. Dalam
sebuah hadis, Rasulullah bersabda: “Amal yang paling dicintai Allah adalah
yang terus-menerus dilakukan walaupun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ini menegaskan bahwa konsistensi dalam kebaikan, sekecil apa pun, lebih baik
daripada melakukan banyak hal namun tidak berkelanjutan.
Imam Al-Ghazali dalam
kitabnya Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa waktu adalah modal utama
manusia. Ia membagi waktu menjadi beberapa bagian, seperti waktu untuk ibadah,
belajar, bekerja, dan istirahat. Dengan pembagian waktu yang baik, seseorang
dapat menghindari kehampaan dan keburukan. Al-Ghazali juga menekankan
pentingnya muhasabah atau evaluasi diri untuk memastikan waktu yang digunakan
benar-benar produktif.
3. Bahaya Kehampaan: Pintu Masuk Keburukan
Kehampaan waktu adalah
celah besar yang sering menjadi pintu masuk keburukan. Ketika seseorang tidak
memiliki kesibukan yang positif, ia cenderung mencari hiburan sementara yang
sering kali tidak bermanfaat. Dalam QS. Al-Mu’minun: 3, Allah berfirman: "Dan
orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada
berguna." Ayat ini menegaskan bahwa menjauhkan diri dari hal yang
sia-sia adalah salah satu ciri orang beriman.
Syekh Ibn Qayyim
Al-Jauziyah dalam kitabnya Al-Fawaid menjelaskan bahwa hati yang kosong
dari kebaikan akan mudah diisi oleh bisikan syaitan. Kehampaan tersebut membuat
seseorang rentan terhadap godaan, baik itu berupa maksiat kecil maupun besar.
Oleh karena itu, mengisi waktu dengan hal-hal bermanfaat adalah langkah
preventif untuk menjaga hati tetap terhubung dengan Allah.
Ulama kontemporer seperti
Dr. Yusuf Al-Qaradawi juga menekankan hal serupa. Dalam bukunya Al-Ummah
al-Islamiyyah, ia menjelaskan bahwa generasi muda harus diajarkan untuk
menghargai waktu sejak dini. Pendidikan tentang manajemen waktu bukan hanya
menjadi kebutuhan pribadi, tetapi juga tanggung jawab sosial agar umat Islam
tidak tertinggal dalam berbagai bidang kehidupan.
4. Menjadikan Kesibukan sebagai Ladang Amal
Kesibukan dalam kebaikan
tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Dalam
QS. Al-Baqarah: 148, Allah berfirman: "Maka berlomba-lombalah dalam
kebaikan." Ayat ini mengajarkan bahwa kebaikan adalah perlombaan yang
harus diikuti oleh setiap Muslim. Dengan menyibukkan diri dalam kebaikan,
seseorang tidak hanya mendapatkan pahala, tetapi juga menjadi teladan bagi
orang lain.
Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." (HR. Ahmad).
Hadis ini menunjukkan bahwa kebaikan yang dilakukan untuk membantu sesama
memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Allah. Kesibukan seperti mengajar,
berdakwah, atau membantu orang lain dalam kesulitan adalah bentuk ibadah yang
sangat dianjurkan.
Dalam perspektif ulama,
seperti Syekh Muhammad Al-Ghazali, amal kebaikan bukan hanya soal ritual,
tetapi juga mencakup segala hal yang memberikan manfaat. Misalnya,
mengembangkan teknologi yang mempermudah kehidupan, menulis buku yang
menginspirasi, atau menciptakan solusi untuk masalah sosial. Semua ini adalah
bentuk kesibukan yang bernilai ibadah.
Amalan harian yang dapat
dilakukan untuk menyibukkan diri dalam kebaikan antara lain adalah memperbanyak
dzikir, seperti membaca Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu
Akbar. Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah anak Adam mengucapkan
suatu dzikir yang lebih baik daripada Subhanallah, walhamdulillah, wala ilaha
illallah, wallahu akbar." (HR. Muslim). Selain itu, melaksanakan
shalat sunnah, membaca Al-Qur'an, dan membantu pekerjaan rumah tangga juga
merupakan amalan yang ringan namun bernilai besar di sisi Allah.
5. Strategi Memanfaatkan Waktu dalam Kehidupan Modern
Di era modern, tantangan
dalam memanfaatkan waktu semakin besar. Kehadiran teknologi sering kali menjadi
distraksi yang membuat waktu terbuang sia-sia. Namun, jika digunakan dengan
bijak, teknologi juga dapat menjadi alat untuk menyibukkan diri dalam kebaikan.
Contohnya adalah menggunakan media sosial untuk berdakwah atau menyebarkan
informasi bermanfaat.
Dr. Raghib As-Sirjani dalam
bukunya Madafi’ al-Istihlak menjelaskan bahwa umat Islam harus bijak
dalam menghadapi perubahan zaman. Ia menekankan pentingnya prioritas dalam
hidup, seperti mengutamakan ibadah, keluarga, dan pendidikan. Dengan menetapkan
prioritas, seseorang dapat menghindari penggunaan waktu untuk hal-hal yang
tidak bermanfaat.
Amalan harian lainnya yang
relevan dalam kehidupan modern adalah meluangkan waktu untuk membantu orang
lain melalui kegiatan sosial atau donasi online. Selain itu, mengikuti kajian
agama secara virtual atau mendengarkan podcast Islami dapat menjadi cara
produktif untuk memanfaatkan teknologi dalam meningkatkan iman dan pengetahuan.
Tidak lupa, memperbanyak istighfar sebagai bentuk introspeksi diri dan memohon
ampunan kepada Allah adalah langkah sederhana namun penuh keberkahan.
Sebagai renungan, mari kita
tanyakan pada diri sendiri: Apakah waktu yang kita miliki hari ini telah
diisi dengan kebaikan? Jika belum, mulailah dari hal kecil. Jadikan setiap
detik sebagai ladang amal yang akan menjadi bekal kita di akhirat. Ingatlah
bahwa waktu adalah amanah, dan kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban
atasnya.
Daftar Pustaka
- Al-Qur'anul
Karim
- Shahih
Bukhari
- Shahih
Muslim
- Al-Ghazali,
Imam. Ihya Ulumuddin.
- Ibn
Qayyim Al-Jauziyah. Al-Fawaid.
- Yusuf
Al-Qaradawi. Al-Ummah al-Islamiyyah.
- Raghib
As-Sirjani. Madafi’ al-Istihlak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar