Teks Berjalan

Selamat Datang di Blog abuyasin.com Selamat Datang di Blog abuyasin.com

Selasa, 21 Januari 2025

Ketika Waktu Menjadi Ladang Amal: Renungan Tentang Kesibukan dalam Kebaikan



 

1. Menyibukkan Diri dalam Kebaikan: Sebuah Kebutuhan Bukan Pilihan

Manusia adalah makhluk yang aktif secara fitrah. Dalam Islam, waktu menjadi salah satu nikmat terbesar yang sering diabaikan. Rasulullah SAW bersabda: “Dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu oleh keduanya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari). Hadis ini menegaskan bahwa waktu luang adalah peluang emas yang harus dimanfaatkan dengan bijak. Jika dibiarkan kosong, waktu tersebut akan terisi oleh hal-hal yang sia-sia, bahkan keburukan.

Allah SWT mengingatkan dalam Al-Qur'an, "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran." (QS. Al-Asr: 1-3). Ayat ini menjadi pengingat bahwa waktu yang berlalu tanpa amal adalah kerugian besar. Mengisi waktu dengan kebaikan bukan sekadar anjuran, tetapi sebuah kebutuhan agar manusia tidak terperosok dalam kerugian.

Imam Syafi'i pernah berkata, "Barang siapa yang tidak menyibukkan dirinya dengan kebaikan, maka ia akan disibukkan oleh keburukan." Ungkapan ini mengandung makna bahwa manusia tidak pernah benar-benar bebas dari aktivitas. Ketika seseorang tidak menggunakan waktunya untuk hal yang bermanfaat, maka ia secara otomatis membuka peluang bagi keburukan untuk masuk dalam kehidupannya. Oleh karena itu, menyibukkan diri dalam kebaikan adalah cara terbaik untuk menjaga hati dan pikiran tetap bersih.

 

2. Al-Qur'an dan Hadis: Pedoman Mengelola Waktu dengan Bijak

Al-Qur'an dan Hadis memberikan pedoman jelas tentang pentingnya memanfaatkan waktu dengan baik. Dalam QS. Adz-Dzariyat: 56, Allah berfirman: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan utama hidup manusia adalah beribadah. Ibadah dalam Islam memiliki cakupan luas, mencakup semua aktivitas yang dilakukan dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Rasulullah SAW juga memberikan contoh nyata dalam kehidupannya. Beliau adalah sosok yang produktif dalam mengisi waktu. Mulai dari berdakwah, memimpin umat, hingga menghabiskan waktu bersama keluarga, semuanya dilakukan dengan penuh kesungguhan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda: “Amal yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus dilakukan walaupun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menegaskan bahwa konsistensi dalam kebaikan, sekecil apa pun, lebih baik daripada melakukan banyak hal namun tidak berkelanjutan.

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa waktu adalah modal utama manusia. Ia membagi waktu menjadi beberapa bagian, seperti waktu untuk ibadah, belajar, bekerja, dan istirahat. Dengan pembagian waktu yang baik, seseorang dapat menghindari kehampaan dan keburukan. Al-Ghazali juga menekankan pentingnya muhasabah atau evaluasi diri untuk memastikan waktu yang digunakan benar-benar produktif.

 

3. Bahaya Kehampaan: Pintu Masuk Keburukan

Kehampaan waktu adalah celah besar yang sering menjadi pintu masuk keburukan. Ketika seseorang tidak memiliki kesibukan yang positif, ia cenderung mencari hiburan sementara yang sering kali tidak bermanfaat. Dalam QS. Al-Mu’minun: 3, Allah berfirman: "Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna." Ayat ini menegaskan bahwa menjauhkan diri dari hal yang sia-sia adalah salah satu ciri orang beriman.

Syekh Ibn Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya Al-Fawaid menjelaskan bahwa hati yang kosong dari kebaikan akan mudah diisi oleh bisikan syaitan. Kehampaan tersebut membuat seseorang rentan terhadap godaan, baik itu berupa maksiat kecil maupun besar. Oleh karena itu, mengisi waktu dengan hal-hal bermanfaat adalah langkah preventif untuk menjaga hati tetap terhubung dengan Allah.

Ulama kontemporer seperti Dr. Yusuf Al-Qaradawi juga menekankan hal serupa. Dalam bukunya Al-Ummah al-Islamiyyah, ia menjelaskan bahwa generasi muda harus diajarkan untuk menghargai waktu sejak dini. Pendidikan tentang manajemen waktu bukan hanya menjadi kebutuhan pribadi, tetapi juga tanggung jawab sosial agar umat Islam tidak tertinggal dalam berbagai bidang kehidupan.

 

 

4. Menjadikan Kesibukan sebagai Ladang Amal

Kesibukan dalam kebaikan tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Dalam QS. Al-Baqarah: 148, Allah berfirman: "Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan." Ayat ini mengajarkan bahwa kebaikan adalah perlombaan yang harus diikuti oleh setiap Muslim. Dengan menyibukkan diri dalam kebaikan, seseorang tidak hanya mendapatkan pahala, tetapi juga menjadi teladan bagi orang lain.

Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." (HR. Ahmad). Hadis ini menunjukkan bahwa kebaikan yang dilakukan untuk membantu sesama memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Allah. Kesibukan seperti mengajar, berdakwah, atau membantu orang lain dalam kesulitan adalah bentuk ibadah yang sangat dianjurkan.

Dalam perspektif ulama, seperti Syekh Muhammad Al-Ghazali, amal kebaikan bukan hanya soal ritual, tetapi juga mencakup segala hal yang memberikan manfaat. Misalnya, mengembangkan teknologi yang mempermudah kehidupan, menulis buku yang menginspirasi, atau menciptakan solusi untuk masalah sosial. Semua ini adalah bentuk kesibukan yang bernilai ibadah.

Amalan harian yang dapat dilakukan untuk menyibukkan diri dalam kebaikan antara lain adalah memperbanyak dzikir, seperti membaca Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu Akbar. Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah anak Adam mengucapkan suatu dzikir yang lebih baik daripada Subhanallah, walhamdulillah, wala ilaha illallah, wallahu akbar." (HR. Muslim). Selain itu, melaksanakan shalat sunnah, membaca Al-Qur'an, dan membantu pekerjaan rumah tangga juga merupakan amalan yang ringan namun bernilai besar di sisi Allah.

 

5. Strategi Memanfaatkan Waktu dalam Kehidupan Modern

Di era modern, tantangan dalam memanfaatkan waktu semakin besar. Kehadiran teknologi sering kali menjadi distraksi yang membuat waktu terbuang sia-sia. Namun, jika digunakan dengan bijak, teknologi juga dapat menjadi alat untuk menyibukkan diri dalam kebaikan. Contohnya adalah menggunakan media sosial untuk berdakwah atau menyebarkan informasi bermanfaat.

Dr. Raghib As-Sirjani dalam bukunya Madafi’ al-Istihlak menjelaskan bahwa umat Islam harus bijak dalam menghadapi perubahan zaman. Ia menekankan pentingnya prioritas dalam hidup, seperti mengutamakan ibadah, keluarga, dan pendidikan. Dengan menetapkan prioritas, seseorang dapat menghindari penggunaan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.

Amalan harian lainnya yang relevan dalam kehidupan modern adalah meluangkan waktu untuk membantu orang lain melalui kegiatan sosial atau donasi online. Selain itu, mengikuti kajian agama secara virtual atau mendengarkan podcast Islami dapat menjadi cara produktif untuk memanfaatkan teknologi dalam meningkatkan iman dan pengetahuan. Tidak lupa, memperbanyak istighfar sebagai bentuk introspeksi diri dan memohon ampunan kepada Allah adalah langkah sederhana namun penuh keberkahan.

Sebagai renungan, mari kita tanyakan pada diri sendiri: Apakah waktu yang kita miliki hari ini telah diisi dengan kebaikan? Jika belum, mulailah dari hal kecil. Jadikan setiap detik sebagai ladang amal yang akan menjadi bekal kita di akhirat. Ingatlah bahwa waktu adalah amanah, dan kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban atasnya.

 

Daftar Pustaka

  1. Al-Qur'anul Karim
  2. Shahih Bukhari
  3. Shahih Muslim
  4. Al-Ghazali, Imam. Ihya Ulumuddin.
  5. Ibn Qayyim Al-Jauziyah. Al-Fawaid.
  6. Yusuf Al-Qaradawi. Al-Ummah al-Islamiyyah.
  7. Raghib As-Sirjani. Madafi’ al-Istihlak.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar