"Seratus tahun ke
depan, tak seorang pun akan peduli seberapa besar rumahmu, seberapa mewah
mobilmu, atau berapa banyak harta yang kau kumpulkan. Semua akan terlupakan,
terkubur bersama waktu. Maka, untuk apa bekerja hingga lupa hidup, menumpuk
kekayaan yang tak akan kau bawa? Fokuslah pada amal kebaikan, cinta kasih, dan
jejak manfaat yang abadi, karena hanya itu yang akan dikenang setelah kita
tiada."
Pernyataan di atas
mengingatkan kita pada hakikat kehidupan yang fana. Apa yang kita miliki hari
ini hanyalah titipan, dan kelak kita akan meninggalkan dunia ini tanpa membawa
apapun kecuali amal perbuatan. Dalam tulisan ini, kita akan mengupas pesan
mendalam tersebut dengan pendekatan dalil Al-Qur'an, hadits Nabi, perkataan
ulama, dan kebijaksanaan para motivator.
Harta Dunia Adalah Fana
Allah mengingatkan dalam Al-Qur'an:
"Ketahuilah bahwa
kehidupan dunia ini hanyalah permainan, hiburan, perhiasan, bermegah-megahan di
antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti
hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan
kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu." (QS.
Al-Hadid: 20)
Ayat ini menjelaskan bahwa
harta, kedudukan, dan segala kenikmatan dunia hanyalah sementara. Mereka hanya
alat yang harus digunakan untuk kebaikan, bukan tujuan hidup.
Amal Sebagai Bekal Abadi
Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda:
"Jika seseorang
meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya." (HR.
Muslim)
Hadits ini menunjukkan
bahwa hanya amal yang bermanfaat bagi orang lain yang akan terus mengalir
pahalanya, bahkan setelah kita meninggal. Oleh karena itu, daripada sibuk
menumpuk kekayaan, lebih baik kita fokus pada hal-hal yang memiliki manfaat
jangka panjang, seperti bersedekah, menyebarkan ilmu, dan mendidik generasi
yang saleh.
Imam Al-Ghazali pernah
berkata:
"Kehidupan dunia
adalah ladang untuk akhirat. Barang siapa yang menanam kebaikan di dunia, ia
akan menuai kebahagiaan di akhirat."
Pandangan ini menegaskan
bahwa dunia hanyalah sarana untuk mengumpulkan bekal menuju kehidupan yang
hakiki, yaitu akhirat. Fokus pada amal baik adalah investasi terbaik yang tidak
akan pernah merugi.
Kebijaksanaan Para Motivator
Stephen Covey, dalam
bukunya The 7 Habits of Highly Effective People, mengajarkan pentingnya
"begin with the end in mind" (memulai sesuatu dengan memikirkan
tujuan akhirnya). Dalam konteks ini, kita diingatkan untuk selalu mengingat
akhir hidup kita. Jika tujuan kita adalah akhirat, maka segala yang kita
lakukan di dunia harus berorientasi pada kebaikan dan manfaat.
Dr. 'Aidh Al-Qarni dalam
bukunya La Tahzan juga menulis:
"Harta dunia hanyalah
fatamorgana. Jangan biarkan dirimu menjadi budaknya. Jadilah orang yang
memegang harta di tangan, bukan di hati."
Pesan ini mengingatkan kita
untuk menjadikan harta sebagai alat, bukan tujuan.
Refleksi dan Aksi
Sebagai renungan, mari
bertanya pada diri sendiri:
- Apa yang akan kita
tinggalkan setelah kita tiada?
- Apakah hidup kita
sudah bermanfaat bagi orang lain?
Untuk itu, langkah konkret
yang dapat kita ambil antara lain:
- Bersedekah secara
rutin, baik dengan harta, tenaga, atau waktu.
- Membantu sesama dengan
tulus tanpa mengharap imbalan.
- Membagikan ilmu yang
bermanfaat kepada orang lain.
- Mendidik anak-anak
untuk menjadi generasi yang berakhlak mulia.
Penutup
Seratus tahun ke depan,
semua yang kita miliki hari ini akan menjadi kenangan, bahkan mungkin
terlupakan. Harta dan kedudukan tidak akan menemani kita ke alam kubur. Namun,
amal baik, cinta kasih, dan manfaat yang kita tinggalkan akan menjadi jejak
abadi. Mari kita gunakan waktu yang tersisa untuk mengejar apa yang benar-benar
berharga.
Daftar Pustaka
- Al-Qur'anul
Karim
- Muslim,
Shahih Muslim
- Al-Ghazali,
Ihya Ulumuddin
- Stephen
Covey, The 7 Habits of Highly Effective People
- Dr.
'Aidh Al-Qarni, La Tahzan
- Raghib
As-Sirjani, Mada Ya'ni Intima'i lil Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar