Pendahuluan
Dalam kehidupan
sehari-hari, menjaga lisan dan pandangan adalah salah satu aspek penting dalam
membentuk akhlak mulia. Sebagaimana ungkapan bijak yang sering disampaikan: "Jaga
lisanmu agar tidak menyakiti seorang pun, dan jaga matamu agar tidak memandang
rendah siapapun." Ungkapan ini memiliki makna yang dalam, mengingat
lisan dan pandangan adalah dua hal yang sering kali menjadi sebab munculnya
konflik, kebencian, dan keretakan hubungan sosial. Islam, sebagai agama yang
sempurna, telah menekankan pentingnya menjaga dua aspek ini demi menciptakan
harmoni dalam masyarakat, sekaligus menunjukkan ketaatan seorang hamba kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dalam konteks menjaga
lisan, ucapan yang buruk dapat melukai hati orang lain, menghancurkan
kepercayaan, bahkan menimbulkan permusuhan. Rasulullah ﷺ bersabda: "Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang
baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini mengajarkan bahwa
setiap ucapan harus dipikirkan terlebih dahulu, apakah bermanfaat atau justru
dapat menimbulkan mudarat. Lisan yang tidak terjaga dapat menimbulkan fitnah,
menyakiti hati orang lain, dan menjadi penyebab dosa yang berat.
Islam mengajarkan bahwa
menyakiti sesama muslim adalah dosa besar yang balasannya bisa langsung
dirasakan di dunia sebelum pembalasan akhirat. Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ
bersabda: "Tidak ada dosa yang lebih layak untuk disegerakan balasannya
di dunia selain dari dosa kezaliman dan memutuskan hubungan silaturahim."
(HR. Abu Dawud). Hal ini menunjukkan bahwa Allah menghendaki agar setiap muslim
menjaga keharmonisan dan tidak melukai hati saudara seimannya.
Dengan menjaga lisan dan
pandangan, seorang muslim tidak hanya menjalankan perintah Allah, tetapi juga
mencerminkan keindahan akhlak Islam yang menjadi teladan bagi orang lain.
Rasulullah ﷺ adalah contoh terbaik dalam hal ini. Beliau selalu menggunakan
lisannya untuk menyampaikan kebaikan dan pandangannya untuk memuliakan orang
lain, tanpa memandang status sosial, ras, atau kebangsaan. Oleh karena itu,
menjaga lisan dan pandangan bukan hanya kewajiban agama, tetapi juga sarana
untuk mempererat ukhuwah dan menciptakan masyarakat yang damai.
Sebagai manusia, kita
sering dihadapkan pada godaan untuk mengucapkan kata-kata yang tidak baik atau
memandang rendah orang lain. Namun, dengan memahami ajaran Islam dan meneladani
akhlak Rasulullah ﷺ, kita dapat mengendalikan diri dari perbuatan tersebut.
Dengan demikian, menjaga lisan dan pandangan menjadi langkah awal untuk
mencapai ridha Allah dan menjadi hamba yang berakhlak mulia.
Dalam kehidupan nyata,
seringkali kita melihat contoh perilaku arogan dari pejabat atau aparat yang
tidak menjaga lisan maupun pandangannya. Misalnya, seorang pemimpin yang
meremehkan rakyat kecil atau seorang aparat yang berbicara kasar kepada
masyarakat yang dilayaninya. Sikap semacam ini jelas bertentangan dengan ajaran
Islam. Nabi Muhammad ﷺ mencontohkan kepemimpinan yang penuh kasih sayang,
rendah hati, dan menghormati semua orang, termasuk kaum dhuafa.
Sebagai perbandingan,
Khalifah Umar bin Khattab r.a. dikenal sebagai pemimpin yang tegas namun sangat
peduli terhadap rakyatnya. Beliau sering menyamar untuk memastikan keadilan
ditegakkan dan tidak pernah meremehkan orang miskin atau lemah.
Dampak Menyakiti Sesama Muslim
Islam mengajarkan bahwa
menyakiti sesama muslim akan mendapatkan balasan langsung di dunia. Hal ini
diperkuat oleh sabda Nabi ﷺ:
"Tidak ada dosa yang lebih
layak untuk disegerakan balasannya di dunia, selain dari dosa kezaliman dan
memutuskan hubungan silaturahim."
(HR. Abu Dawud, no. 4902)
Dalil Al-Qur'an dan Hadis
Al-Qur'an
Menjaga Lisan
Allah berfirman:
"Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
malaikat pengawas yang selalu hadir."
(QS. Qaf: 18)
Ayat ini mengingatkan bahwa
setiap perkataan manusia diawasi dan dicatat oleh malaikat. Oleh karena itu,
ucapan yang menyakitkan akan menjadi catatan buruk di hadapan Allah.
Hadis
- Rasulullah
ﷺ bersabda:
"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Dia tidak
menzaliminya, tidak merendahkannya, dan tidak menghinakannya. Takwa itu di sini
(beliau menunjuk ke dada)."
(HR. Muslim, no. 2564)
Hadis ini menunjukkan larangan keras merendahkan atau menyakiti saudara
sesama muslim.
- Dalam
hadis lain:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah ia berkata yang baik atau diam."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengajarkan bahwa menjaga lisan adalah tanda keimanan yang
sejati.
Perkataan Ulama
- Imam
Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyebutkan:
"Lisan adalah salah
satu nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada manusia, namun juga salah satu
sumber dosa terbesar jika tidak dijaga."
- Ibn
Qayyim Al-Jauziyah dalam Madarij
As-Salikin menjelaskan:
"Pandangan yang tidak
terjaga adalah salah satu pintu setan menuju hati manusia."
3.
Dr. 'Aidh al-Qarni dalam bukunya La Tahzan
mengingatkan bahwa berkata buruk kepada orang lain ibarat menyebarkan api yang
dapat membakar diri sendiri.
- Buya Hamka, seorang ulama besar dari Indonesia, dalam
karya klasiknya Tafsir Al-Azhar, menjelaskan bahwa manusia yang
tidak menjaga lisan dan pandangannya akan membawa kehancuran bagi dirinya
sendiri dan orang di sekitarnya.
Penutup
Menjaga lisan dan pandangan
adalah bagian dari akhlak mulia yang sangat dianjurkan dalam Islam. Dengan
menjaga keduanya, kita tidak hanya menjaga keharmonisan dalam hubungan antar
sesama, tetapi juga menunjukkan ketakwaan kita kepada Allah. Semoga kita semua
dapat meneladani Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya dalam menjaga lisan dan
pandangan, serta menjauhi sifat arogan yang merusak diri dan masyarakat.
Referensi
- Al-Qur'an dan
Terjemahannya
- Ihya Ulumuddin oleh Imam Al-Ghazali
- Madarij As-Salikin oleh Ibn Qayyim Al-Jauziyah
- La Tahzan oleh Dr. 'Aidh al-Qarni
- Tafsir Al-Azhar oleh Buya Hamka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar