Kemajuan
teknologi telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia, termasuk dalam
pola konsumsi media. Salah satu istilah yang menjadi sorotan adalah
"brainrot," yang menggambarkan dampak negatif konsumsi media
berlebihan, terutama di kalangan anak muda. Istilah ini populer di platform
media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube, yang sering kali menjadi
sumber konten yang mengubah cara pandang serta kebiasaan anak muda. Fenomena
ini menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya pada generasi mendatang, khususnya
dalam konteks psikologi dan psikiatri.
Perilaku
adiktif terhadap media sosial berkembang karena sifat algoritma yang dirancang
untuk mempertahankan perhatian pengguna. Misalnya, fitur autoplay dan scrolling
tak berujung menciptakan lingkaran adiktif, di mana pengguna terus kembali
untuk mendapatkan dosis kepuasan instan. Akibatnya, anak-anak muda sering kali
terjebak dalam siklus konsumsi konten tanpa batas yang mengurangi waktu mereka
untuk aktivitas produktif lainnya, seperti belajar atau berolahraga.
Lebih
jauh lagi, "brainrot" tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga
menciptakan dinamika sosial yang kompleks. Pola pikir "fear of missing
out" (FOMO) sering kali memotivasi pengguna untuk terus memantau platform
media sosial mereka, yang kemudian memperburuk perasaan stres dan kecemasan.
Fenomena ini dapat memengaruhi hubungan interpersonal, di mana individu lebih
banyak berkomunikasi secara digital dibandingkan secara langsung, sehingga
menurunkan kualitas hubungan sosial mereka.
Dalam
konteks budaya, "brainrot" juga memengaruhi cara generasi muda
memandang dunia dan nilai-nilai mereka. Media sosial sering kali mempromosikan
gaya hidup glamor dan standar kesuksesan yang tidak realistis, yang dapat
menciptakan tekanan psikologis tambahan. Generasi muda menjadi lebih rentan
terhadap perasaan tidak memadai, yang pada akhirnya memengaruhi kesehatan
mental mereka secara keseluruhan.
Dampak Psikologis "Brainrot"
- Adiksi
Media Sosial : Anak-anak muda sering kali menghabiskan
waktu berjam-jam di depan layar, yang dapat menyebabkan adiksi media
sosial. Dalam konteks psikologi, adiksi ini memengaruhi sistem reward di
otak, yang membuat individu merasa sulit melepaskan diri dari kebiasaan
tersebut. Menurut jurnal Cyberpsychology, Behavior, and Social
Networking (2020), adiksi media sosial berkorelasi dengan peningkatan
stres, kecemasan, dan depresi.
- Gangguan
Perhatian : Konsumsi konten yang
cepat dan beragam di platform seperti TikTok dapat mengurangi rentang
perhatian anak muda. Penelitian dari American Psychological Association
(APA) menunjukkan bahwa paparan informasi yang terus-menerus dapat
melemahkan kemampuan fokus dan konsentrasi.
- Pengaruh
Identitas dan Persepsi Diri :
Anak muda sering kali membandingkan diri mereka dengan standar kecantikan
atau kesuksesan yang tidak realistis di media sosial. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan citra tubuh, rendahnya harga diri, dan bahkan
kecenderungan untuk mengalami gangguan makan, seperti anoreksia ( Gangguan makan yang menyebabkan seseorang
terobsesi dengan berat badan dan apa yang dimakannya.) atau
bulimia (Suatu gangguan makan
yang serius ditandai dengan makan berlebihan, diikuti dengan metode untuk
menghindari kenaikan berat badan)
(Papathanassopoulos, 2019).
Perspektif Psikiatri terhadap "Brainrot"
- Gangguan
Tidur : Konsumsi media sebelum tidur
sering kali dikaitkan dengan penurunan kualitas tidur. Paparan cahaya biru
dari layar gawai dapat menghambat produksi melatonin, hormon yang mengatur
siklus tidur. Psikiater Dr. Andrew Huberman dalam penelitiannya menyatakan
bahwa kurang tidur dapat memicu gangguan suasana hati, seperti depresi dan
iritabilitas.
- Kesehatan
Mental : Psikiatri melihat fenomena
"brainrot" sebagai pemicu gangguan mental, termasuk depresi,
kecemasan, dan bahkan burnout. Anak-anak muda yang terus-menerus terekspos
pada konten negatif atau informasi berlebihan dapat mengalami
overthinking, yang memengaruhi stabilitas emosi mereka.
Penyebab Utama Fenomena "Brainrot"
- Kemajuan
Teknologi : Kemudahan akses informasi
melalui gawai membuatnya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan
sehari-hari. Namun, kemajuan ini juga membawa risiko overexposure terhadap
informasi yang tidak selalu relevan atau positif.
- Kurangnya
Kesadaran Orang Tua :
Banyak orang tua yang tidak memahami dampak negatif media sosial, sehingga
anak-anak dibiarkan terpapar gawai sejak dini. Hal ini diperparah dengan
kurangnya pengawasan dan regulasi dalam penggunaan media digital di rumah.
Solusi dan Rekomendasi
- Pendekatan Psikologis
- Edukasi Digital: Anak-anak perlu diajarkan literasi digital sejak dini untuk
memahami cara memanfaatkan media sosial secara sehat.
- Latihan Mindfulness: Melatih mindfulness dapat membantu
anak-anak muda mengurangi stres dan meningkatkan kesadaran mereka
terhadap kebiasaan buruk.
- Rutinitas Tanpa Gawai: Menetapkan waktu bebas gawai, seperti satu
jam sebelum tidur, dapat membantu mengurangi adiksi.
- Pendekatan Psikiatri
- Terapi Kognitif Perilaku (CBT): CBT dapat digunakan untuk membantu individu
mengatasi kebiasaan negatif terkait konsumsi media sosial.
- Intervensi Medis: Dalam kasus adiksi berat, psikiater dapat meresepkan terapi
farmakologis atau konseling intensif.
- Tips Parenting
- Menjadi Teladan: Orang tua harus menjadi contoh dalam penggunaan gawai yang
bijak.
- Regulasi Waktu Layar: Batasi waktu anak menggunakan gawai dan
dorong mereka untuk terlibat dalam aktivitas fisik atau hobi lainnya.
- Komunikasi Terbuka: Bangun komunikasi yang baik dengan anak
agar mereka merasa nyaman berbicara tentang pengalaman mereka di media
sosial.
- Kebijakan dan Regulasi Pemerintah dan institusi pendidikan juga
memiliki peran penting dalam memberikan edukasi digital melalui kurikulum
sekolah dan kampanye kesadaran publik.
Kesimpulan
Fenomena
"brainrot" adalah masalah kompleks yang memengaruhi generasi muda
dari berbagai aspek psikologis dan psikiatri. Dengan pemahaman yang lebih baik
tentang dampaknya, baik individu maupun keluarga dapat mengambil langkah
preventif untuk mengurangi risiko. Edukasi digital, regulasi waktu layar, dan
komunikasi yang baik antara orang tua dan anak adalah kunci utama untuk
mengatasi tantangan ini. Selain itu, dukungan dari ahli psikologi dan psikiatri
diperlukan untuk membantu individu yang sudah mengalami dampak serius.
Referensi
- Papathanassopoulos, S.
(2019). Media Influence on Society. Routledge.
- American Psychological
Association (2020). Impact of Media on Mental Health. APA
Publications.
- Huberman, A. (2021). Sleep
and Mental Health. Stanford Medicine.
- Cyberpsychology, Behavior,
and Social Networking (2020). Social Media Addiction: Causes and
Consequences. Mary Ann Liebert, Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar