Pendahuluan
Konflik Suriah yang
berlangsung sejak tahun 2011 merupakan salah satu peristiwa besar dalam sejarah
Timur Tengah kontemporer. Perang ini tidak hanya melibatkan konflik internal di
Suriah, tetapi juga berkaitan erat dengan dinamika geopolitik regional dan
global, serta pertarungan ideologi yang mencakup berbagai kelompok ekstremis
dan pemerintahan negara besar. Di sisi lain, dalam perspektif eskatologi Islam,
peristiwa-peristiwa besar seperti ini sering dipandang sebagai bagian dari fitnah besar yang disebutkan dalam
hadis-hadis mengenai akhir zaman,
termasuk tentang munculnya sosok Asufyani,
yang dikenal sebagai pemimpin dari timur yang akan memimpin kekacauan besar
sebelum kedatangan Al-Mahdi.
Mahasiswa
Timur Tengah, yang umumnya mendalami kajian sejarah dan agama Islam secara
mendalam, seringkali mengaitkan peristiwa-peristiwa kontemporer ini dengan
ramalan eskatologis yang termaktub dalam hadis-hadis akhir zaman. Namun, untuk
benar-benar memahami hubungan antara Asufyani,
Hay'at Tahrir al-Sham (HTS), dan
Suriah, perlu dilakukan
pemahaman mendalam mengenai latar
belakang sejarah Timur Tengah, serta dinamika sosial-politik yang
melingkupinya.
Latar Belakang Sejarah Timur Tengah dan Suriah
Timur Tengah adalah
sebuah kawasan yang memiliki sejarah panjang dan kompleks, dengan Suriah
menjadi salah satu pusat penting dalam sejarah Islam dan peradaban Arab. Sejak
zaman kuno, Suriah telah menjadi tempat persimpangan berbagai budaya dan
kerajaan, mulai dari Kerajaan Ugarit
(sekitar 1500 SM), hingga kekuasaan Romawi,
Byzantium, dan akhirnya, dalam
sejarah Islam, menjadi bagian dari Khalifah
Umayyah (661-750 M). Suriah, khususnya kota Damaskus, pernah menjadi ibu kota Kekhalifahan Umayyah dan
merupakan pusat kekuasaan politik dan agama di dunia Islam pada abad-abad awal.
Pasca
runtuhnya kekuasaan Ottoman pada
awal abad ke-20, Suriah, seperti banyak negara di Timur Tengah, jatuh ke dalam
pengaruh penjajahan Barat, terutama oleh Prancis. Negara ini memperoleh kemerdekaan pada tahun 1946, tetapi
segera memasuki fase ketidakstabilan politik yang berkelanjutan. Serangkaian
kudeta militer dan perubahan rezim memunculkan Hafez al-Assad, yang menjadi presiden pada tahun 1971. Kekuasaan
Assad berlangsung turun-temurun, dengan anaknya, Bashar al-Assad, menggantikan posisinya setelah kematiannya pada
tahun 2000.
Namun,
pada tahun 2011, Arab Spring
yang merebak di seluruh dunia Arab juga menyentuh Suriah. Protes yang dimulai
dengan tuntutan terhadap kebebasan dan reformasi politik dengan cepat berubah
menjadi perang saudara, yang melibatkan berbagai faksi yang saling
bertentangan, baik di dalam maupun di luar Suriah. Suriah menjadi medan
pertarungan antara pemerintahan Bashar
al-Assad yang didukung oleh Rusia dan Iran, dan kelompok-kelompok
oposisi yang didukung oleh negara-negara Barat serta negara-negara Teluk. Salah
satu faksi yang muncul adalah Hay'at
Tahrir al-Sham (HTS), yang berafiliasi dengan Al-Qaeda, meskipun kemudian kelompok ini berusaha menampilkan
citra yang lebih moderat.
Asufyani dalam Hadis dan Pemahaman Mahasiswa Timur
Tengah
Asufyani adalah sosok yang disebutkan dalam hadis-hadis
eskatologi Islam, terutama dalam Kitab
al-Fitan karya Imam Nu'aym bin
Hammad. Asufyani digambarkan sebagai seorang pemimpin yang muncul
menjelang akhir zaman, yang akan menimbulkan kekacauan besar. Dalam beberapa
riwayat, Asufyani dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa yang mengarah pada
kedatangan Al-Mahdi, seorang
pemimpin yang diyakini akan membawa kedamaian dan keadilan di dunia setelah
masa-masa penuh kekacauan.
Hadis-hadis
ini sering dibaca oleh mahasiswa Timur Tengah dalam konteks fitnah akhir zaman, yang melibatkan
peperangan besar, ketidakstabilan politik, dan munculnya pemimpin-pemimpin yang
akan memimpin pasukan dalam berbagai wilayah. Dalam hal ini, banyak mahasiswa
di Timur Tengah yang memperhatikan bahwa Asufyani bisa saja merujuk pada
pemimpin dari kawasan timur, yang dalam konteks modern dapat dikaitkan dengan
wilayah Suriah dan Irak, kawasan yang telah dilanda
berbagai kekacauan dan perang.
Sebagian
besar mahasiswa Timur Tengah yang mempelajari sejarah dan eskatologi Islam
memandang bahwa Asufyani bukan sekadar pemimpin tunggal, melainkan lebih
sebagai simbol dari kekacauan
dan kerusakan besar yang terjadi
di dunia Islam menjelang kedatangan Al-Mahdi. Munculnya Asufyani tidak dapat
dipahami secara terpisah dari dinamika sosial-politik yang ada di kawasan
tersebut. Dalam hal ini, mahasiswa Timur Tengah sering mengkaji bagaimana
peristiwa-peristiwa seperti perang di Suriah dan kebangkitan kelompok-kelompok
ekstremis, seperti ISIS dan HTS, dapat dianggap sebagai bagian
dari gejala-gejala besar yang mengarah pada kedatangan Al-Mahdi.
Hay'at Tahrir al-Sham dan Kaitannya dengan Asufyani
Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) merupakan salah satu kelompok yang terlibat dalam
konflik Suriah, dengan basis di provinsi Idlib, Suriah utara. Kelompok ini awalnya berafiliasi dengan Al-Qaeda, namun kemudian berusaha
untuk menunjukkan identitas yang lebih independen. HTS dipandang sebagai salah
satu kekuatan militan utama yang berjuang untuk menggulingkan rezim Bashar al-Assad. Kelompok ini juga
sering dianggap sebagai simbol dari perlawanan
Islam terhadap kekuasaan yang otoriter dan imperialisme Barat.
Beberapa
cendekiawan, terutama di Timur Tengah, melihat peran HTS dalam konteks fitnah akhir zaman, di mana perang besar dan kemunculan
kekuatan-kekuatan baru di wilayah timur menjadi hal yang diisyaratkan dalam
hadis-hadis mengenai Asufyani. Mereka menghubungkan munculnya kelompok seperti HTS dengan ramalan tentang
pemimpin-pemimpin yang akan membawa ketidakstabilan sebelum kedatangan Al-Mahdi.
Namun,
ini bukan pandangan yang diterima oleh semua mahasiswa atau cendekiawan.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa kelompok-kelompok seperti HTS lebih
merupakan hasil dari geopolitik global
dan kekuatan luar yang berusaha
memanfaatkan ketidakstabilan di Suriah untuk kepentingan mereka. Dalam
perspektif ini, HTS dan
kelompok-kelompok lainnya dianggap lebih sebagai fenomena lokal yang tidak
dapat secara langsung dikaitkan dengan fenomena eskatologis seperti Asufyani.
Sebagai
contoh, Dr. Muhammad Ahmad al-Mubayyadh,
dalam Encyclopedia of the End of Times, menekankan pentingnya pemahaman
konteks politik dan sosiologis di balik fenomena-fenomena
eskatologi. Menurutnya, meskipun Asufyani dan fenomena-fenomena besar lainnya
dapat dikaitkan dengan fitnah akhir
zaman, tidak semuanya dapat dipahami melalui kacamata literal atau historis.
Alih-alih melihat HTS sebagai manifestasi langsung dari Asufyani, al-Mubayyadh
lebih menekankan pada kesadaran bahwa fitnah
akhir zaman melibatkan banyak faktor yang lebih kompleks, termasuk faktor politik internasional, ekonomi, dan kultur.
Perspektif Mahasiswa Timur Tengah tentang Asufyani
dan Geopolitik Suriah
Bagi
mahasiswa Timur Tengah yang mempelajari sejarah dan eskatologi Islam, penting
untuk menyelami geopolitik
Suriah yang kompleks. Dalam kajian mereka, Suriah menjadi lebih dari sekadar
tempat terjadinya pertempuran fisik; Suriah adalah simbol dari geopolitik global yang melibatkan
kekuatan besar seperti Amerika Serikat,
Rusia, Iran, dan Turki. Ini
adalah medan di mana perang saudara berlarut-larut telah membentuk identitas
politik dan sosial di seluruh wilayah Timur Tengah.
Mahasiswa
di Timur Tengah cenderung menghubungkan fenomena ini dengan penafsiran tentang Asufyani dan fitnah akhir zaman sebagai bagian dari skenario besar yang tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga
internasional. Mereka seringkali melihat peristiwa-peristiwa ini dalam konteks
yang lebih luas—di mana intervensi luar,
konflik sektarian, dan perjuangan ideologi adalah bagian dari
pertarungan untuk kekuasaan duniawi
yang pada akhirnya bisa menciptakan fitnah
besar.
Kesimpulan
Dalam
konteks kajian eskatologi Islam, fenomena Asufyani dan Hay'at Tahrir
al-Sham di Suriah mencerminkan
kompleksitas
interaksi antara hadis-hadis akhir zaman
dan realitas politik kontemporer di Timur Tengah. Bagi mahasiswa Timur Tengah,
yang mempelajari sejarah dan dinamika sosial-politik kawasan ini, hubungan
antara keduanya bukanlah sesuatu yang sederhana. Asufyani, sebagai simbol fitnah besar yang mengarah pada
kedatangan Al-Mahdi, memerlukan
pemahaman yang lebih dalam dan kontekstual. Oleh karena itu, kajian mahasiswa
Timur Tengah sering kali menggabungkan pengetahuan geopolitik, sosiologi, dan eskatalogi dalam menganalisis peristiwa-peristiwa yang terjadi,
termasuk perang di Suriah.
Daftar Pustaka
- Nu'aym bin Hammad, Kitab al-Fitan, Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 1993.
- Muhammad Ahmad
al-Mubayyadh, Encyclopedia of the End
of Times, Dar al-Ittihad, 2007.
- Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Fitan wa al-Malahim, al-Dar
al-Qalam, 1998.
- Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad, Dar al-Fikr, 1999.
- Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Dar al-Ma'mun, 1989.
- James L. Gelvin, The Modern Middle East: A History,
Oxford University Press, 2011.
- Fred Halliday, The Middle East in International
Relations, Cambridge University Press, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar