Persamaan
1. Tujuan Utama: Mendekatkan Diri kepada Allah
Baik Imam
Al-Ghazali maupun Ibnu Qayyim sepakat bahwa tujuan utama dari tazkiyatun nafs
adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Proses penyucian hati bertujuan untuk
meraih ridha-Nya dan mencapai kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di
akhirat. Dalam pandangan keduanya, kebahagiaan sejati hanya dapat diraih
melalui hubungan yang kuat dengan Allah, dan ini membutuhkan hati yang bersih
dari segala noda duniawi.
Para
ulama Tabi’in, seperti Hasan Al-Bashri, juga menegaskan bahwa kebahagiaan
manusia terletak pada ketaatannya kepada Allah. Beliau berkata, "Tidak ada
kenikmatan yang lebih besar daripada merasa dekat dengan Allah di dunia dan
akhirat." Ulama kontemporer seperti Dr. Yusuf Al-Qaradawi juga mendukung
pandangan ini, dengan menyatakan bahwa segala upaya dalam kehidupan duniawi
harus diarahkan untuk mendapatkan ridha Allah sebagai tujuan akhir.
Kedua
ulama klasik ini juga menegaskan bahwa tazkiyatun nafs adalah proses yang
menyeluruh dan mendalam. Tidak hanya menghindari dosa besar, tetapi juga dosa kecil
yang dapat menghalangi cahaya hidayah Allah masuk ke dalam hati. Dengan
demikian, keduanya mengajarkan pentingnya introspeksi yang konsisten untuk
mencapai tingkat kedekatan yang lebih tinggi dengan Sang Pencipta.
2. Pentingnya Mengendalikan Nafsu
Imam
Al-Ghazali dan Ibnu Qayyim sangat menekankan pentingnya mengendalikan hawa
nafsu sebagai bagian dari proses tazkiyatun nafs. Nafsu dianggap sebagai
penghalang utama yang menjauhkan seseorang dari jalan Allah. Al-Ghazali dalam Ihya
Ulumuddin menjelaskan bahwa hawa nafsu adalah musuh terbesar manusia yang
harus dilawan dengan kesadaran dan perjuangan spiritual.
Ibnu
Qayyim dalam Madarij As-Salikin menyebutkan bahwa perjuangan melawan
nafsu (mujahadah) adalah bentuk jihad terbesar. Ia berkata, "Mengendalikan
nafsu adalah jalan menuju keberhasilan, karena nafsu yang tidak terkendali akan
menuntun kepada kehancuran." Ulama Tabi’in seperti Sa'id bin Al-Musayyib
juga mengingatkan pentingnya menjaga hati dari pengaruh nafsu duniawi yang
menyesatkan.
Ulama
kontemporer seperti Syekh Salman Al-Audah menyarankan agar manusia selalu
menjaga dirinya dengan memperbanyak dzikir dan muhasabah harian. Hal ini
membantu seorang Muslim untuk tetap sadar akan bahayanya nafsu yang tidak
terkendali serta pentingnya mendekatkan diri kepada Allah sebagai pelindung
sejati.
3. Penekanan pada Ibadah dan Zikir
Baik Imam
Al-Ghazali maupun Ibnu Qayyim mengajarkan pentingnya memperbanyak zikir
(mengingat Allah) dan melakukan ibadah yang khusyuk untuk membersihkan hati.
Dalam pandangan Al-Ghazali, zikir adalah sarana untuk menenangkan jiwa dan
menghubungkan hati dengan Allah, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an,
"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang" (QS.
Ar-Ra’d: 28).
Ibnu
Qayyim menekankan bahwa zikir adalah kunci keberhasilan dalam perjuangan
melawan nafsu. Dalam Al-Wabil As-Sayyib, ia menulis bahwa zikir adalah
pelindung bagi hati dari godaan setan. Ulama Tabi’in seperti Al-Ahnaf bin Qais
juga menyebutkan bahwa zikir adalah ibadah yang paling ringan secara fisik tetapi
paling berat dalam timbangan amal.
Ulama
kontemporer seperti Dr. Wahbah Az-Zuhaili menambahkan bahwa konsistensi dalam
berzikir dan beribadah mampu membangun karakter Muslim yang kokoh, sehingga ia
mampu menghadapi tantangan dunia modern tanpa kehilangan identitas
spiritualnya.
4. Proses Penyucian sebagai Perjalanan Spiritual
Keduanya
melihat tazkiyatun nafs sebagai proses yang panjang dan berkesinambungan. Imam
Al-Ghazali menyebutkan bahwa penyucian hati memerlukan introspeksi mendalam,
evaluasi diri, dan perbaikan terus-menerus. Proses ini, menurutnya, adalah
perjalanan menuju cahaya ilahi yang penuh tantangan.
Ibnu
Qayyim menguraikan bahwa penyucian hati adalah proses bertahap yang membutuhkan
ketekunan dan disiplin spiritual. Ia menekankan bahwa setiap Muslim harus sadar
bahwa perjalanan ini tidak akan pernah selesai selama masih hidup di dunia.
Ulama Tabi’in seperti Ibrahim bin Adham menyebutkan bahwa tazkiyatun nafs
memerlukan usaha berkelanjutan dan doa yang tulus kepada Allah agar senantiasa
diberi hidayah.
Ulama
kontemporer seperti Dr. Tariq Ramadan menyebutkan bahwa perjalanan spiritual
ini juga mencakup pengembangan hubungan sosial yang baik, karena hati yang
bersih akan tercermin dalam sikap yang baik kepada sesama manusia.
5. Sifat-Sifat yang Harus Dijauhi
Baik
Al-Ghazali maupun Ibnu Qayyim menekankan pentingnya menghindari sifat-sifat
buruk seperti riya (pamer), takabur (sombong), hasad (iri hati), cinta dunia,
dan lain-lain. Al-Ghazali menyebut sifat-sifat ini sebagai "penyakit
hati" yang harus diobati melalui introspeksi dan ibadah.
Ibnu
Qayyim, dalam Ighatsat al-Lahfan, menjelaskan bahwa sifat-sifat buruk
ini adalah penghalang yang merusak hubungan manusia dengan Allah. Ulama Tabi’in
seperti Al-Fudhail bin Iyadh menyebut bahwa kesombongan adalah dosa pertama
yang dilakukan oleh Iblis, sehingga umat manusia harus berhati-hati agar tidak
jatuh ke dalamnya.
Ulama
kontemporer seperti Dr. Raghib As-Sirjani menegaskan bahwa menghindari sifat
buruk adalah langkah penting untuk membangun masyarakat yang harmonis dan
berlandaskan pada nilai-nilai Islam.
Perbedaan
1. Pendekatan Filosofis vs Praktis
Imam
Al-Ghazali lebih condong pada pendekatan filosofis dan sufistik dalam membahas
tazkiyatun nafs. Dalam Ihya Ulumuddin, ia menguraikan pandangan mendalam
tentang jiwa dan hubungan manusia dengan Allah melalui lensa tasawuf. Ia
menggunakan berbagai teori filsafat untuk menjelaskan konsep-konsep spiritual
yang kompleks.
Ibnu
Qayyim, di sisi lain, lebih menekankan pendekatan yang praktis dan realistis.
Dalam Madarij As-Salikin, ia memberikan langkah-langkah konkret untuk
penyucian jiwa berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Pendekatannya lebih sistematis
dan fokus pada implementasi praktis dalam kehidupan sehari-hari.
2. Hubungan dengan Tasawuf
Al-Ghazali
sangat dipengaruhi oleh tasawuf dan sering kali mengaitkan tazkiyatun nafs
dengan pengalaman mistik para sufi. Bagi Al-Ghazali, perjalanan spiritual
adalah jalan menuju ma'rifat (pengetahuan langsung tentang Allah). Ibnu Qayyim
lebih skeptis terhadap unsur-unsur mistik yang berlebihan dalam tasawuf, dan ia
menekankan pentingnya tazkiyatun nafs yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
3. Fokus pada Akhlak vs Penyembuhan Spiritual
Al-Ghazali
menekankan pembentukan akhlak yang baik, sementara Ibnu Qayyim lebih fokus pada
penyembuhan spiritual dan pembebasan dari penyakit hati.
Kesimpulan
Imam
Al-Ghazali dan Ibnu Qayyim memiliki kontribusi besar dalam menjelaskan konsep tazkiyatun
nafs, meskipun mereka berbeda dalam pendekatan. Al-Ghazali menitikberatkan
pada pendekatan sufistik dan filosofis, dengan fokus pada pembentukan akhlak
mulia melalui pengalaman mistik dan pengendalian nafsu. Sementara itu, Ibnu
Qayyim mengedepankan pendekatan praktis yang berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah,
dengan menekankan penyembuhan penyakit hati seperti riya, cinta dunia, dan
takabur.
Keduanya
sepakat bahwa tujuan utama tazkiyatun nafs adalah mendekatkan diri
kepada Allah SWT, dengan kebahagiaan sejati sebagai buah dari hati yang bersih.
Mereka juga menekankan pentingnya mujahadah, zikir, ibadah khusyuk, dan
menjauhi sifat-sifat buruk yang merusak hati. Pendekatan yang berbeda ini
sebenarnya saling melengkapi, memberikan panduan yang komprehensif untuk Muslim
yang ingin memperbaiki diri.
Dengan
menggabungkan pandangan-pandangan ini, seorang Muslim dapat mengambil hikmah
dari berbagai sisi, baik melalui penghayatan spiritual mendalam ala Al-Ghazali
maupun penerapan langkah-langkah praktis yang diajarkan Ibnu Qayyim. Konsep tazkiyatun
nafs ini tetap relevan hingga hari ini sebagai panduan bagi siapa saja yang
ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Daftar Pustaka
- Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya
Ulumuddin. Beirut: Dar Al-Fikr.
- Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Madarij
As-Salikin. Riyadh: Maktabah Ar-Rushd.
- Al-Qaradawi, Yusuf. Islamic
Awakening Between Rejection and Extremism. Cairo: Al-Falah Foundation.
- Zuhaili, Wahbah. Tafsir
Al-Munir. Damaskus: Dar Al-Fikr.
- As-Sirjani, Raghib. Masa
Depan Peradaban Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar